Sabtu, 19 September 2015

Flashback

Untuk apa mengenang masa lalu apabila dapat membuka luka lama.
Awalnya akupun berpendapat seperti itu.
Namun semakin kita berusaha melupakan justru itu akan semakin mengingatnya.
Biarkan, biarkan saja semuanya kita kenang bukan untuk menjadi semakin meratapi. Justru itu akan menjadi penguat untuk dapat lebih yakin kalau kita mampu bertahan dan bangkit dari keterpurukan masa lalu.
Masa muda yang seharusnya menjadi masa menyenangkan menghabiskan waktu bersama kawan, sahabat dan menikmati masa eksplorasi dengan mengenal banyak orang, aku terjebak dengan sebuah pernikahan.
Aku bagai terpenjara disebuah sangkar..bukan emas tapi plastik.
Karena pernikahan itu membawaku pada penderitaan dan semuanya palsu seperti barang imitasi. Terlihat baik, tapi sebenarnya buruk dan tak awet.
Sampai akhirnya akupun berpisah dengan perasaan benci, dongkol, kesal dan penuh dendam. Bukan dengan cara yang baik-baik, karena mungkin pada dasarnya perceraian adalah sebuah musibah yang jauh dari kata baik-baik saja. Berangsur-angsur waktu pun berlalu, sepenuhnya aku dapat melupakan semua masa laluku? Tidak, sama sekali aku tak lupa! Namun pada saat ini dendamku berangsur menipis.
Semakin aku mengingatnya, semakin aku yakin hanya Allah lah yang selalu setia menyayangiku. Hanya Allah lah yang setiap saat menjaga dan mencintaiku tanpa memandang aku cantik atau tidak.
Allah lebih mencintaiku sehingga tak dibiarkannya aku berlama-lama menjadi pendamping yang selalu menyakitiku.
Dia hanya ciptaanNya yang hanya mampu bilang cinta atau sayang namun memperlakukan aku bukan dengan kasih sayang. Tuhan lebih sayang aku dengan membiarkan aku sendiri dan merenungkan betapa beruntungnya aku saat ini.
Entah jadi apa apabila aku tetap bertahan dengan makhluk yang tidak menunjukkan menyayangi Tuhannya.
Aku memang sakit hati, aku memang dendam karena merasa ketulusan dan kesetiaanku dibalasnya dengan pengkhianatan. Aku sempat berontak dan berlaku kasar, tapi ya Allah..betapa malunya aku padaMu. Melakukan hal yang tidak baik dan Engkau larang itu sungguh memalukan dan aku sesalkan. Ampuni aku.
Aku berpikiran pendek saat itu, dan tak menyadari betapa banyaknya hikmah dari kejadian yang Engkau tunjukkan padaku.
Aku pernah bersumpah tak mau memiliki pendamping lagi, karena aku tak mau sakit hati dan kecewa untuk kesekian kalinya. Aku ingin membebaskan hati ini walaupun seringkali merasa kesepian.
Namun suatu ketika orangtuaku berkata ingin melihatku bahagia dengan seorang imam yang dapat menjaga aku dan anakku, karena tak selamanya mereka dapat mendampingiku. Aku merasa sedih apabila tak dapat membuat mereka senang melihatku bahagia disisa usianya.
Setiap kali bertemu mereka, aku selalu berusaha terlihat bahagia. Tapi tetap saja orangtua memiliki feeling yang kuat terhadap anaknya. Dari situ akupun mulai berharap kembali dapat menemukan jodoh yang bisa menerima aku dan keluargaku apa adanya.
Mungkin sudah tak sepantasnya aku memimpikan seorang pangeran baik hati yang akan menjadi penuntunku menuju surgaNya. Namun aku percaya Allah akan merencanakan hal indah diluar dugaanku asalkan aku yakin dengan diri sendiri untuk dapat memperbaiki diri.
Aku berusaha semampuku menjadi orang baik, berusaha meredam emosi dan menjaga auratku agar tak tersentuh maupun terlihat oleh nafsu laki-laki.
Aku mulai berusaha menjaga kehormatanku karenaMu ya Allah.
Aku menyerahkan seluruh hidupku hanya untukMu. Mendapatkan pendamping kemudian yang akan menyayangiku itu hadiah terindah dari ketaanku untukMu.
Insya Allah.
Aku mencoba ikhlas saat ini, aku tawakal padaMu.
Selalu ku ucap doa agar hidup aku dan keluargaku menjadi baik.
Memang banyak dosa yang telah kuperbuat, tapi Engkau Maha pengampun atas doa semua umat. Dan aku yakin Allah akan tetap membuat hidupku menjadi baik walaupun entahlah Dia mengampuniku atau tidak. Wallahualam.
Kamu yang disana pasti membaca ini.
Walaupun kamu sudah mengabaikanku, tapi aku tahu kalau kamu masih melihatku dari sana lewat entahlah itu dari sosial media atau apalah itu. Yang pasti kamu masih memiliki kepedulian terhadapku. Dan di lubuk hatimu yang terdalam, aku tahu kalau kamu masih menyayangiku walaupun sudah ada orang lain disampingmu yang telah membuatmu lebih bahagia dibanding ketika kamu masih bersamaku.
Aku memaafkanmu, dan semoga kamupun memaafkanku.
Aku tak mau hidup dalam penuh kebencian maupun dendam.
Semoga Allah memaafkan kita semua, memaafkan aku, kamu dan dia.

Minggu, 13 September 2015

Kirania Cintya

Nama yang indah bukan..
Kirania..baru dengar aku nama itu..
Nama yang diberikan mantan mertua untuk anakku.
Cintya..apa artinya itu?
Mungkinkah mengambil dari kata Cinta?
Cinta yang harus berakhir ditengah jalan.
Malam ini 21.55 aku berada ditempat peristirahatan menuju balik ke ibukota.
Kembali beraktivitas dan menjalani kehidupan bersama orang-orang asing yang sampai saat ini belum benar-benar aku kenal.
Bagaimana perasaanku saat ini?
Tak enak..benar-benar membuatku ingin menangis tapi tertahan karena aku tak boleh menangis.
Lucu sekali tadi siang, anakku Kirania Cintya memberiku sebuah surat yang mengatakan kalau dia sayang terhadapku.
Aku harap itu benar-benar tulus dituliskannya untukku walaupun ujung-ujungnya minta dibelikan barang yang diinginkannya.
Oh..anakku Kirania Cintya, lucu sekali kamu.
Begitu menggemaskan namun terkadang menjengkelkan dan seringkali aku dibuat kesal olehnya.
Tapi ya Tuhan, aku amat sangat menyayanginya dan tak tega untuk meninggalkannya.
Seperti sekarang ini, aku harus kembali meninggalkannya.
Hal yang secara berulang aku lakukan, kembali meninggalkan seorang anak yang perlu aku jaga, aku asuh dan aku ayomi.
Maafkan bunda sayang harus terhenti mengajarimu ketika kamu harus menyelesaikan PR, dan berhenti membantumu ketika kamu harus menghafal doa sebelum dan setelah makan malam ini.
Maafkan bunda sayang.
Tingkahmu yang seringkali terlihat konyol dan menghibur sungguh selalu aku rindukan.
Kata-katanya yang seperti orang dewasa kadang membuatku tertawa sendiri.
Dan ketika teringat kamu terabaikan, tak ada yang mengurusmu selayaknya dengan seorang ibu, tak ada yang mengajari ini dan itu, seringkali aku menangis dibuatnya.
Doakan bunda ya sayang,
Semoga Tuhan memberiku rezeki untuk dekat dengan kamu.
Kasihan kamu nak, dari bayi sudah aku tinggalkan. Maafkan bunda.
Bunda selalu sayang kamu, mengasihi kamu dan selalu merindukanmu.
Percaya kalau bunda selalu meninggalkanmu bukan bermaksud menginginkan jauh darimu.
Miris ketika mendengar pernyataannya kalau aku terlalu sebentar untuk berada disampingnya.
Semoga tak lama lagi aku akan selalu mendampingimu.
Aku sedang berusaha.
Aku akan berusaha agar dekat dengan kamu Kirania Cintya.
Maafkan bunda di usia yang masih belia, kamu harus menerima pengabaian dari kedua orang tua kandungmu.
Sabarlah, sebentar lagi semua itu akan berlalu.
Bunda janji akan selalu menjaga dan mendampingimu sepanjang hayatku sampai kamu terlihat bahagia dan tak perlu aku, disitulah aku siap meninggalkanmu.
Kirania Cintya.

Selasa, 08 September 2015

Ibu

Tak berani aku mendefinisikan kata ibu.
Yang pasti ibu bagiku sumber kehidupan, karena tak ada ibu maka kita tak akan lahir dan hidup.
Ibu adalah manusia paling kuat walaupun seringkali terlihat lemah.
Dengan kekuatannya ibu berjuang antara hidup dan mati untuk melahirkan kita.
Dengan kekuatannya selalu berusaha mengurus kita anaknya dan juga harus mengurus suaminya dari bangun tidur hingga tidur lagi.
Hebatkah seorang ibu?
Tentu saja.
Apalagi setelah kita menjadi seorang ibu dan dapat merasakan bagaimana menjadi seorang ibu.
Sampai sekarang disaat usia anakku sudah menginjak tujuh tahun, aku masih belum percaya kalau aku seorang ibu.
Ibu yang seharusnya selalu menjaga anaknya setiap hari 24 jam, membangunkannya setiap pagi dan membuatkannya sarapan.
Mengantarnya ke sekolah dan menjemputnya, menyuruh berganti pakaian dan makan siang, selalu mencuci dan merapikan pakaiannya, membersihkan badan hingga memotong kukunya. Menemaninya dan selalu mengingatkannya untuk mengerjakan PR,
Mengajarinya untuk mengaji setiap sore, menjadi imam untuk sholat lima waktu.
Aku tak melakukan semua itu.
Semuanya hanya harapan disaat aku belum menjadi seorang ibu.
Kini setelah aku menjalani peran itu, tak ada yang bisa aku lakukan selain membelikan barang-barang yang dia mau.
Aku tahu bukan itu yang dia inginkan, aku tahu barang-barang yang dia inginkan hanya memuaskannya untuk sesaat.
Aku tahu bahwa anakku tidak membutuhkan itu semua.
Dia butuh perhatian dan kasih sayang dari ibunya.
Tapi ya Tuhan..aku tak bisa memberikannya.
Aku disini harus mencari nafkah untuk masa depannya.
Aku jarang menelpon, bertemu pun hanya sebulan sekali dalam waktu 24 jam.
Bukannya aku tak sayang, kalaupun aku sering menelpon, yang ada aku semakin rapuh dan tak bersemangat untuk bekerja karena pasti aku sedih apabila setelah mendengar suaranya tak kuat ingin bertemu, dan ingin langsung memeluk serta menciuminya.
Setiap hari selalu merasakan kerinduan yang tak terhingga dan terkadang tak kuat menitikkan air mata.
Tuhan,,apakah aku seorang ibu?
Beruntung buat mereka yang selalu setiap saat bersama anaknya.
Tahu perkembangan anaknya setiap hari, sedangkan aku tidak.