Monas, 23 September 2018
Malam ini 18.35 berada di depan kolam besar monas tempat air terjun menari manunjukkan pesonanya. Aku termangu masih memikirkan dia yang setega itu memperlakukan aku, tega dengan sikapnya yang memperlihatkan betapa bencinya dia terhadapku. Beberapa hari yang lalu aku mengambil keputusan untuk tidak menjalin hubungan dengannya lagi, namun aku sendiri yang malah akhirnya mengejar-ngejar dan memohon-mohon untuk dimaafkan olehnya. Aku sendiri yang membuat perkara dan aku sendiri yang menyiksa diriku sendiri. Aku terlalu percaya diri yang beranggapan bahwa dia terlalu menyayangiku dan kenyataannya sudah tidak, bahkan dia membenciku dengan sikapnya yang angkuh dan mengacuhkan aku serta mengancamku. Beberapa hari yang lalu setelah hari terakhir aku bertemu dengannya, aku merindukannya dan sangat ingin bertemu dengannya sampai aku mengorbankan waktu yang sia-sia terbuang percuma hanya untuk menunggunya. Pesan-pesan singkat aku layangkan untuknya, tak ada balasan hanya dibaca saja. Aku telepon pun awalnya diangkat namun sampai akhirnya akupun berceloteh sendiri sampai subuh sedangkan dia tidur dengan pulasnya tanpa menghiraukanku. Setelah itu aku telepon beratus-ratus kalipun tak dihiraukan lagi olehnya. Aku yang kini dicampakkan. Hari Sabtu tiba, aku kirimkan lagi pesan kepadanya berharap dia mau menemuiku. Tak ada satu huruf pun dia membalasnya dan aku telepon tak ada jawaban. Sampai hari Minggu tiba, aku amat sangat merindukannya dan akhirnya akupun memaksakan diri untuk pergi ke rumahnya pada minggu malam walaupun hanya ada ibu dan adik-adiknya. Aku menunggu dan menunggu di rumahnya, entah dia mengetahuinya atau tidak pada saat itu aku kerumahnya, yang jelas dia pulang tengah malam yang tidak mungkin aku menunggunya selarut itu dirumahnya. Aku pun kembali penasaran, chat aku masih saja belum dibalasnya dan telepon pun tak diangkatnya. Aku amat sangat merindukannya. Pada malam itu juga selesai meeting jam 9 malam, akupun memaksakan diri untuk menemuinya dan menunggunya di pinggir jalan depan gang rumahnya. Aku bingung pada saat itu karena HP udah mulai melemah baterainya, aku chat dia sampai share location dan terus menerus telepon dia tanpa henti yang akhirnya aku bingung harus menunggunya dimana karena tak mungkin aku bertamu ke rumahnya di waktu yang sudah larut malam. Akhirnya aku pun mencari tempat makan untuk menunggunya dan berharap bisa mengisi daya baterai HP ku, tapi ternyata hasilnya nihil dan bateraikupun semakin melemah hampir mati namun masih tak ada tanggapan ataupun respon darinya sampai aku hubungi Ibunya untuk menanyakan keberadaan dia. Ternyata dia sudah tidur, entahlah tidur betulan atau tidak, yang jelas pada malam itu dia baca pesanku di Instagram. Dia benar-benar membacanya dan hanya membacanya. Ya Tuhan, tak adakah hati nuraninya untuk peduli kepada perempuan yang menunggunya sampai tengah malam di pinggir jalan? Apakah dengan sadar dan sungguh-sungguh sebelumnya dia bilang menyayangiku atau hanya pura-pura? Aku tak menyerah sampai disitu. Aku kembali lagi menunggunya sepulang kerja dan kembali hasilnya nihil. Hari Sabtu berikutnya akupun tak menyerah begitu saja, aku yakin di hari liburnya pagi-pagi dia pasti ada di rumah. Aku hubungi ibunya dan memastikan dia ada di rumah, syukurlah dia ada dan masih tidur. Aku cepat-cepat bergegas beli nasi lengko untuknya sarapan, dia pasti suka. setengah berlari aku jalan kaki dari kost ke tempat jualan nasi tersebut yang lumayan agak jauh, tapi ini demi dia, demi permohonan maafku. Ya Tuhan, aku ingin sekali bertemu dengannya, meminta maaf padanya dan pasti dia bangun tidur lapar dan aku tulus memberinya nasi lengko yang aku kenalkan padanya dan ternyata dia suka. Jantungku berdegup keras tak sabar untuk bertemu dengannya, aku buru-buru takut kehabisan nasi lengko itu, tapi syukurlah nasinya masih ada. Ya Tuhan aku berharap sekali bisa berbaikan dengannya. Aku mengkhayalkan dia memaafkanku dan aku tersenyum sendiri memikirkannya. Aku tak peduli dengan dia yang sebelumnya membiarkan aku menunggu sendirian di tengah malam, aku tak peduli dengan sikap cueknya dan aku tak peduli dengan omongan-omongan negatif tentangnya, yang jelas aku ingin cepat-cepat bertemu dengannya dan meminta maaf karena aku telah membuatnya sakit hati dan merasa terbuang. Aku berharap banyak di hari itu, namun pada akhirnya apa yang aku khayalkan terjadi sebaliknya dan aku tak mau mengingatnya lagi karena air mata ini sudah cukup banyak keluar dengan sia-sia...........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar