Sabtu, 03 November 2018

Kedekatan Singkat

Pagi ini aku terbangun dan termangu melihat jam sudah menunjukkan pukul 06.00 wib sedikit kesiangan, tapi tak apalah toh jalanan lancar dan tetap semangat untuk melakukan perjalanan jauh demi bertemu keluargaku walaupun aku baru tertidur pada pukul 04.00 subuh tadi. Sudahlah, lupakan itu karena memang tak terlalu penting aku membicarakan saat ini dan pada detik ini. Aku hanya ingin mengenang sejenak, mengenang seorang laki-laki dan lagi hanya mampir dalam kehidupan nyataku yang kini sudah memblokir nomorku. Tak apa, aku marah? Aku kecewa? Yah, sedikit. Karena memang ini mungkin jalan dan pilihan yang terbaik untukku maupun untuknya. Disini, di dalam bis ini aku coba flashback mengingat saat pertama kali bertemu. Social media dengan live streaming kami pertama kali bertemu. Keisenganku pada malam hari mengusir jenuh memainkan social media itu dan dengan acak aku pun mencari teman ngobrol di malam hari yang akhirnya aku bertemu dengannya. Laki-laki gila yang akhirnya bisa membuatku melupakannya, melupakan masa lalu kelam yang tak perlu diingat lagi. Sosok kali ini orangnya sangat humoris, punya sikap yang keras namun dibalik itu dia sosok yang penyayang dan peduli terhadap orang lain. Aku menyukainya dan aku peduli terhadapnya. Entahlah aku merasakan yang namanya jatuh cinta lagi atau ini hanya rasa penasaran dan obsesiku sesaat terhadapnya. Namun yang paling aku pahami saat ini aku nyaman bersamanya, nyaman atas perlakuannya dan nyaman atas kecupan hangatnya dikeningku pada siang itu serta dekapan hangat tangannya yang menggenggam tanganku. Tuhan, salahkah aku memiliki perasaan terhadap orang yang lain dan berbeda daripadaku? Perasaan ini yang luar biasa dan ingin kuungkapkan. I just wanna say I love you to him..tersiksa? Mungkin, karena saat ini dia memblokir nomorku. Dia marah karena perbuatanku. Namun apakah salah dan pantas aku menerima perlakuannya yang seolah-olah aku tidak menurutinya? Kenapa aku harus menurutinya sedangkan dia sendiri berlaku tak mengenakkan di depanku?dia bisa tebar pesona ke semua wanita yang ada di sosmed itu, mungkin di dunia nyata juga dia melakukan hal yang sama dengan keindahan-keindahan yang bertebaran disekelilingnya, apakah aku kuat melihatnya? Dan disaat aku live streaming sampai subuh dan mengobrol dengan laki-laki lain yang tak kukenal dia marah sampai tak mau menghubungiku lagi. Apakah ini jalannya? Ini artinya aku harus jauh dengannya? Disaat aku kebingungan bagaimana harus bersikap terhadapnya akhirnya muncul jalan dimana ternyata aku harus menjauhinya dengan cara dia sendiri yang memblokir nomor kontakku. Baiklah, mungkin ini yang terbaik, rasa sayang yang harus aku pendam dan kubur dalam-dalam. Pasti ada alasan Tuhan mempertemukan aku dengannya walaupun kami berbeda. Karena dengan bertemu dengannya, aku jadi mengetahui bagaimana harus bersikap apabila patah hati. Bagaimana harus bersikap terhadap orang yang benar-benar disayang. Dia bisa menunjukkan cintanya terhadap keluarganya yang akupun tak memiliki rasa sejauh itu terhadap keluargaku sendiri. Saat ini akupun hanya bisa memendam rindu padanya, pada orang yang mungkin saja tidak sama sekali merindukanku apalagi memikirkanku. Lagi..aku perempuan tunggal yang memang harus berjalan dan menapaki setiap langkah demi langkah menuju masa depan sendiri. Karena aku berdiri diatas kakiku sendiri dan dia hanya khayalan untuk menemaniku dan menopang langkah kakiku yang goyah sesaat. Terima kasih hei kau keturunan seberang sana..terima kasih kau berikan aku perasaan indah ini yang lambat laun akan terkubur oleh waktu...

Minggu, 23 September 2018

Bye Pria Besar

Monas, 23 September 2018

Malam ini 18.35 berada di depan kolam besar monas tempat air terjun menari manunjukkan pesonanya. Aku termangu masih memikirkan dia yang setega itu memperlakukan aku, tega dengan sikapnya yang memperlihatkan betapa bencinya dia terhadapku. Beberapa hari yang lalu aku mengambil keputusan untuk tidak menjalin hubungan dengannya lagi, namun aku sendiri yang malah akhirnya mengejar-ngejar dan memohon-mohon untuk dimaafkan olehnya. Aku sendiri yang membuat perkara dan aku sendiri yang menyiksa diriku sendiri. Aku terlalu percaya diri yang beranggapan bahwa dia terlalu menyayangiku dan kenyataannya sudah tidak, bahkan dia membenciku dengan sikapnya yang angkuh dan mengacuhkan aku serta mengancamku. Beberapa hari yang lalu setelah hari terakhir aku bertemu dengannya, aku merindukannya dan sangat ingin bertemu dengannya sampai aku mengorbankan waktu yang sia-sia terbuang percuma hanya untuk menunggunya. Pesan-pesan singkat aku layangkan untuknya, tak ada balasan hanya dibaca saja. Aku telepon pun awalnya diangkat namun sampai akhirnya akupun berceloteh sendiri sampai subuh sedangkan dia tidur dengan pulasnya tanpa menghiraukanku. Setelah itu aku telepon beratus-ratus kalipun tak dihiraukan lagi olehnya. Aku yang kini dicampakkan. Hari Sabtu tiba, aku kirimkan lagi pesan kepadanya berharap dia mau menemuiku. Tak ada satu huruf pun dia membalasnya dan aku telepon tak ada jawaban. Sampai hari Minggu tiba, aku amat sangat merindukannya dan akhirnya akupun memaksakan diri untuk pergi ke rumahnya pada minggu malam walaupun hanya ada ibu dan adik-adiknya. Aku menunggu dan menunggu di rumahnya, entah dia mengetahuinya atau tidak pada saat itu aku kerumahnya, yang jelas dia pulang tengah malam yang tidak mungkin aku menunggunya selarut itu dirumahnya. Aku pun kembali penasaran, chat aku masih saja belum dibalasnya dan telepon pun tak diangkatnya. Aku amat sangat merindukannya. Pada malam itu juga selesai meeting jam 9 malam, akupun memaksakan diri untuk menemuinya dan menunggunya di pinggir jalan depan gang rumahnya. Aku bingung pada saat itu karena HP udah mulai melemah baterainya, aku chat dia sampai share location dan terus menerus telepon dia tanpa henti yang akhirnya aku bingung harus menunggunya dimana karena tak mungkin aku bertamu ke rumahnya di waktu yang sudah larut malam. Akhirnya aku pun mencari tempat makan untuk menunggunya dan berharap bisa mengisi daya baterai HP ku, tapi ternyata hasilnya nihil dan bateraikupun semakin melemah hampir mati namun masih tak ada tanggapan ataupun respon darinya sampai aku hubungi Ibunya untuk menanyakan keberadaan dia. Ternyata dia sudah tidur, entahlah tidur betulan atau tidak, yang jelas pada malam itu dia baca pesanku di Instagram. Dia benar-benar membacanya dan hanya membacanya. Ya Tuhan, tak adakah hati nuraninya untuk peduli kepada perempuan yang menunggunya sampai tengah malam di pinggir jalan? Apakah dengan sadar dan sungguh-sungguh sebelumnya dia bilang menyayangiku atau hanya pura-pura? Aku tak menyerah sampai disitu. Aku kembali lagi menunggunya sepulang kerja dan kembali hasilnya nihil. Hari Sabtu berikutnya akupun tak menyerah begitu saja, aku yakin di hari liburnya pagi-pagi dia pasti ada di rumah. Aku hubungi ibunya dan memastikan dia ada di rumah, syukurlah dia ada dan masih tidur. Aku cepat-cepat bergegas beli nasi lengko untuknya sarapan, dia pasti suka. setengah berlari aku jalan kaki dari kost ke tempat jualan nasi tersebut yang lumayan agak jauh, tapi ini demi dia, demi permohonan maafku. Ya Tuhan, aku ingin sekali bertemu dengannya, meminta maaf padanya dan pasti dia bangun tidur lapar dan aku tulus memberinya nasi lengko yang aku kenalkan padanya dan ternyata dia suka. Jantungku berdegup keras tak sabar untuk bertemu dengannya, aku buru-buru takut kehabisan nasi lengko itu, tapi syukurlah nasinya masih ada. Ya Tuhan aku berharap sekali bisa berbaikan dengannya. Aku mengkhayalkan dia memaafkanku dan aku tersenyum sendiri memikirkannya. Aku tak peduli dengan dia yang sebelumnya membiarkan aku menunggu sendirian di tengah malam, aku tak peduli dengan sikap cueknya dan aku tak peduli dengan omongan-omongan negatif tentangnya, yang jelas aku ingin cepat-cepat bertemu dengannya dan meminta maaf karena aku telah membuatnya sakit hati dan merasa terbuang. Aku berharap banyak di hari itu, namun pada akhirnya apa yang aku khayalkan terjadi sebaliknya dan aku tak mau mengingatnya lagi karena air mata ini sudah cukup banyak keluar dengan sia-sia...........

Senin, 03 September 2018

Ikhlas Lagi

2 September 2018, dengan berani namun ragu dan tersedu akhirnya aku pun memutuskan untuk berakhir. Lepas sudah dia tak ada lagi untukku, tak ada lagi kawan bertukar pikiran, kawan makan dan kawan yang bisa membangkitkan kembali mood ku dikala lelah. Aku kembali sendiri mengisi waktu dan keseharianku. 10 bulan sudah bersamanya, pemuda tinggi besar yang siap melindungiku, pemuda 3 tahun dibawahku namun tampak lebih diatasku baik dari fisik maupun pola pikirnya. Apa yang aku pikirkan saat ini mungkin bisa dikatakan egois, aku akui aku salah seolah tak menganggapnya. Tapi bukan itu, aku menyayanginya dan aku selalu merindukannya. Namun aku tak mau menyiksa diri sendiri dengan perasaan tak berbalas. Mungkin dia menyayangiku, mungkin dia merindukanku juga. Tapi perlakuannya tak menunjukkan hal itu. Walaupun sudah banyak hal yang dia lakukan untukku, mengorbankan waktu untuk menemaniku dan mengorbankan materi demi bisa menghiburku sampai mungkin dia mengalami kesulitan dalam hal keuangannya. Tapi entahlah aku masih merasa bertepuk sebelah tangan. Dari awal awal masa pendekatan sampai sekarang, dia berubah. Aku bukan lagi prioritasnya, aku bukan lagi menjadi seseorang yang bisa membuatnya bahagia. Bukan perkara mudah aku harus membiasakan diri untuk sendiri lagi karena sebagian besar waktu senggang selalu aku habiskan dengannya. Kini ataupun nanti kalau memang ini jalan terbaik untuk tidak bersamanya memang harus segera diputuskan walaupun sakit. Lebih baik sakit sekarang daripada nanti akan lebih berasa seperti luka yang harus segera diobati. Apabila dinanti nanti akan lebih parah dan lebih sakit lagi sehingga susah untuk disembuhkan. Begitupun dengan hati, walaupun saat ini terasa sesak namun harus dijalani karena dengan berjalannya waktu semua sesak itupun berangsur angsur akan hilang dimakan waktu. Adakah alasan untuk aku memutuskannya? Tentu saja. Aku harus tegas memilih untuk sendiri karena demi kebaikannya juga yang tak semestinya berharap banyak kepadaku. Aku tak memberinya kejelasan karena akupun masih takut akan adanya komitmen yang pada akhirnya ada pengkhianatan. Aku takut harus kembali menjadi budak nafsu, pembantu sekaligus orang yang selalu dipersalahkan apabila tak bisa melakukan apapun. Tak ada kesiapan untuk aku mengalami semua hal itu kembali. Aku menyayanginya tapi aku tak bisa egois memilikinya utuh. Dia laki-laki yang masih punya ruang untuk sendiri, laki-laki yang berusaha menyembunyikan masalah dan kekurangannya. Aku sudah tak sanggup menghadapi sikap acuh tak acuhnya. Tak ada perjuangan darinya untuk meyakinkan aku yang masih ragu menjalani hubungan dengan komitmen. Tak ada usahanya meyakinkan aku untuk bahagia bersamanya. Bukankah lebih baik seperti ini daripada dipaksakan? Mungkin sulit sekali untukku membiasakan diri untuk tidak bersamanya lagi. Dia laki-laki baik yang tak seharusnya aku rusak, dia lebih pantas dengan perempuan yang lebih baik dariku dan bisa memberinya kepastian. Walaupun sedih, namun aku akan berusaha fokus dengan kesibukanku, fokus akan kehidupan menuju masa depan. Jodoh mungkin sudah ada diluar sana menantiku, namun aku tak pantas berharap banyak agar dipertemukan jodoh kembali karena pada dasarnya semua laki-laki sama dan pernikahan bagiku hanyalah sebuah mimpi buruk.

Minggu, 27 Mei 2018

Move On??

Bandung, 26 Mei 2018

Hari itu akupun mengunjungi kota dimana banyak sekali kenangan disana. Kenangan baik suka maupun duka, walaupun mungkin aku merasakan banyak hal yang berkecamuk di dada ini. Sesak? Sedih? Ya..semuanya itu aku rasakan apalagi ketika melewati jalan dimana dulu aku tinggal disekitar sana. Tinggal bersama orang yang mungkin dulu aku sayangi. Sekarang? Entahlah, yang jelas aku berusaha untuk melupakannya, namun semua keteguhan hati itu kandas ketika ada keinginan dan dorongan besar untuk menemuinya. Bayangkan kita berada di atap langit dengan kota yang sama, mungkin hanya beberapa langkah aku berada ditempat yang begitu dekat dengannya. Namun mustahil aku bisa menemuinya, karena dia sudah punya kehidupan bersama orang lain yang tak mungkin aku ganggu. Akupun ada seseorang yang tak mungkin pula aku abaikan perasaannya. Entahlah, perasaanku berkecamuk pada hari itu. Ingin rasanya aku menemui orang yang walaupun sudah menyakiti dan meninggalkanku, tapi aku rindu. Aku tahu aku salah, tak seharusnya aku memiliki perasaan itu yang bisa menyakiti orang terdekatku saat ini. Maafkan, tapi ini kenyataannya. Setelah lama bertahun tahun aku coba tepis perasaan itu, perasaan yang tak pantas untuk orang yang kini sudah jelas meninggalkanku, yang sudah jelas menyakitiku..tapi aku masih saja berharap mendapatkan pengakuannya, pengakuan dimana aku seorang mantan istri yang masih memikirkannya. Maafkan, maafkan aku. Tapi ini kenyataannya, meskipun aku menyayangi orang terdekatku saat ini tapi aku tak bisa melupakan masa laluku. Biarlah kamu orang terdekatku saat ini yang memutuskan harus bagaimana, aku pasrah. Aku sudah tak peduli dibenci orang terdekatku karena perasaanku ini. Aku tak peduli dicaci maki istri mantan suamiku karena sudah mengganggu suaminya, dan akupun sudah tak peduli dengan dia mantan suamiku yang mengacuhkanku dan mungkin sudah ilfeel dengan tingkahku saat ini. Tuhan, bisakah hati ini melupakan semuanya? Saat ini posisiku sudah terbalik untuk mengganggu suami orang, tapi apakah aku tak punya hak untuk menghubunginya kembali walaupun itu urusan anak? Tapi mungkin akan ada orang yang dirugikan..sampai aku merasa sakit hati dengan perkataan istrinya.
Ya aku sekarang posisinya tak jauh berbeda dengan dia yang dulu merebut hati suamiku, tapi bedanya aku yang selalu mengejarnya, aku yang tak tahu malu terus mencari perhatiaanya walaupun dia terus menghindar. Tuhan beginikah rasanya menjadi orang yang tak dicintai, bahkan diabaikan.. Maafkan aku orang terdekatku..aku menyayangimu, tapi aku masih belum bisa 100 % melupakannya. Maafkan kalau aku masih suka plin plan dengan kondisi ini. Kamu selalu mengerti aku, tapi aku malah seperti ini. Maafkan..terserah padamu sekarang, karena aku selalu menyakitimu padahal kamu selalu sabar menghadapiku. Kamu diam karena itu pilihan terbaikmu untuk meredakan emosiku maupun emosimu. Apabila sudah begini dan kamu tahu semuanya tentang aku dan perasaanku, apakah kamu masih mau bertahan? Ataukah sudah lelah dan sakit hati?